Tahun Baru Masehi Menurut Islam . Bagaimana hukum merayakan tahun
masehi menurut pandangan islam ? dan bagaimana cara kita menyikapi
tahun baru masehi tersebut ? ini yang mungkin sering kita pertanyakan
dan juga banyak orang yang merayakan tahun baru secara berlebihan , tau
kah anda kenapa tahun baru masehi identik dengan meniup terompet ? saya
rasa hanya banyak yang ikut ikutan tanpa tau asal muasalnya dari mana,
nah sekilas saya akan berikan gambarannya sedikit dari berbagai sumber
yang saya dapat , setidaknya ini memberikan gambaran
kepada kita apa sebenarnya yang harus kita lakukan pada tahun baru
masehi itu sebenarnya , karena pada kenyataannya perayaan tahun baru
masehi lebih luar biasa penyambutannya di bandingkan dengan tahun baru islam, tahun baru kita sendiri .
oke sahabat berry blog yang di rahmati Allah , pemuda dan pemudi penerus
bangsa , mari kita pahami makna tahun baru yang sebentar lagi akan kita
hadapi, jangan sampai kita terjerumus ke dalam perangkap setan,
jika anda hanya sekedar berkumpul dengan keluarga sambil makan makan
itu kita postif thinking aja, karena tahun baru kan rata rata libur,
baik orang kerja, kuliah ataupun sekolah, pada kesempatan itulah untuk
merefresh rasa kangen kepada keluarga dan teman teman dengan catatan
tidak berlebihan dan melanggar batasan islam .
berikut about tahun baru masehi dari berbagai sumber yang saya baca :
Meniup Terompet pada Tahun Baru Masehi :
Pertanyaan :
Benarkah budaya meniup terompet ini merupakan budaya masyarakat Yahudi
saat menyambut tahun baru bangsa mereka yang jatuh pada pada bulan ke
tujuh pada sistem penanggalan mereka?
Pada malam tahun barunya, masyarakat Yahudi melakukan introspeksi diri
dengan tradisi meniup shofa, sebuah alat musik sejenisi terompet. Bunyi
shofar mirip sekali dengan bunyi terompet kertas yang dibunyikan orang
Indonesia di malam Tahun Baru.
Benarkah meniup terompet tahun baru itu kafir?
Jawaban :
Meniup terompet pada tahun baru bukan hanya budaya masyarakat Yahudi,
melainkan lebih dari itu, Meniup terompet pada tahun baru adalah
perintah Allah kepada Nabi Musa dalam syari'at Torat untuk menyambut
datangnya Rosh Hasanah atau tahun baru Torat, yang jatuh pada bulan
ke-tujuh atau tanggal 1 bulan Tishri dalam kalender Ibrani purba.
"Katakanlah kepada orang Israel, begini: Dalam bulan yang ketujuh, pada
tanggal satu bulan itu, kamu harus mengadakan hari perhentian penuh yang
diperingati dengan meniup sangkakala, yakni hari pertemuan kudus.
(Torat, Imamat 23:24)
Pada bulan yang ketujuh, pada tanggal satu bulan itu, haruslah kamu
mengadakan pertemuan yang kudus, maka tidak boleh kamu melakukan sesuatu
pekerjaan berat; itulah hari peniupan sangkakala bagimu. (Torat,
Bilangan 29:1)
Perintah itu lalu dimakna secara sederhana: meniup terompet pada tahun
baru, termasuk tahun baru Masehi yang didasarkan pada kelahiran Isa Al
Masih.
Kenyataannya, banyak orang di Barat maupun di Timur yang meniup terompet
pada tahun baru tanpa motif ini, melainkan dengan motif just for fun
(hanya untuk senang-senang) atau motif komersil tanpa motif religius
apapun. Kalau motifnya untuk senang-senang, maka meniup terompet pada
malam tahun baru dapat disetarakan dengan tindakan menonton TV pada
malam tahun baru atau jalan-jalan mencari hiburan pada malam tahun baru.
Lalu, apakah meniup terompet tahun baru itu kafir?
Bila anda meniupnya dengan mengingat bahwa itu adalah perintah Allah
kepada Nabi Musa, maka tentu saja itu bukan tindakan kafir. Masa sih
menuruti perintah Allah itu kafir? Jelas tidak. Kalau mengikuti perintah
Allah itu kafir, lantas apa yang tidak kafir?Katanya mengimani Torat,
nyatanya?
Bila anda meniupnya dengan motif senang-senang (just for fun) atau motif
komersil, itu juga bukan kafir sepanjang tidak melewati batas. Tindakan
dengan motif sekedar senang-senang atau pun komersil tersebut dapat
disetarakan dengan tindakan bermain sepakbola, meniup seruling, bermain
gitar, menonton TV, berdagang, dsb. Contoh melebihi batas itu adalah
bila malam Tahun Baru Masehi yang didasarkan pada kelahiran Al Masih
justru diisi dengan tindakan yang bertentangan dengan ajaran Al Masih,
misal: pesta sex, mabuk-mabukan dengan minum-minuman keras atau pun
penyalahgunaan obat, dsj.
Bila anda meniup terompet lalu disertai hal-hal yang bertentangan dengan
ajaran Al Masih sebagaimana contoh di atas, maka meniup terompet jadi
haram dan kafir.
Bersumber dari : http://www.studycycle.net/2011/01/asal-usul-terompet-tahun-baru.html
Bolehkah Merayakan Tahun Baru Masehi ?
Tahun baru tidak termasuk salah satu hari raya Islam sebagaimana ‘Iedul
Fitri, ‘Iedul Adha ataupun hari Jum’at. Bahkan hari tersebut tergolong
rangkaian kegiatan hari raya orang-orang kafir yang tidak boleh
diperingati oleh seorang muslim.
Suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi
wa sallam untuk meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan
di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam
menanyakan kepadanya: “Apakah disana ada berhala sesembahan orang
Jahiliyah?” Dia menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya, “Apakah di sana
tempat dirayakannya hari raya mereka?” Dia menjawab, “Tidak”. Maka Nabi
Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Tunaikan nadzarmu, karena
sesungguhnya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat terhadap
Allah dan dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak Adam”. (Hadits Riwayat
Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan terlarangnya menyembelih untuk Allah di tempat
yang bertepatan dengan tempat yang digunakan untuk menyembelih kepada
selain Allah, atau di tempat orang-orang kafir merayakan pesta atau hari
raya. Sebab itu berarti mengikuti mereka dan menolong mereka di dalam
mengagungkan syi’ar-syi’ar kekufuran. Perbuatan ini juga menyerupai
perbuatan mereka dan menjadi sarana yang mengantarkan kepada syirik.
Apalagi ikut merayakan hari raya mereka, maka di dalamnya terdapat wala’
(loyalitas) dan dukungan dalam menghidupkan syi’ar-syi’ar kekufuran.
Akibat paling berbahaya yang timbul karena berwala’ terhadap orang kafir
adalah tumbuhnya rasa cinta dan ikatan batin kepada orang-orang kafir
sehingga dapat menghapuskan keimanan.
Bersumber dari : http://muslimah.or.id/manhaj/menyikapi-tahun-baru-masehi.html
10 Kerusakan Merayakan Tahun Baru Masehi :
Kerusakan Pertama: Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan 'Ied (Perayaan) yang Haram
Perlu diketahui bahwa perayaan ('ied) kaum muslimin hanya ada dua yaitu
'Idul Fithri dan 'Idul Adha. Anas bin Malik mengatakan, “Orang-orang
Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap
tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, “Dulu kalian
memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah
menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri
dan Idul Adha”.”[2]
Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohullah menjelaskan bahwa perayaan tahun
baru itu termasuk merayakan ‘ied (hari raya) yang tidak disyariatkan
karena hari raya kaum muslimin hanya ada dua yaitu Idul Fithri dan Idul
Adha. Menentukan suatu hari menjadi perayaan (‘ied) adalah bagian dari
syari’at (sehingga butuh dalil).[3]
Kerusakan Kedua: Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir
Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu
Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti bahwa umat
ini memang akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan
Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun
berhari raya.
Dari Abu Sa'id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti jalan
orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi
sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang
dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.”
Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu
adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”[4]
Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Apa
yang beliau katakan benar-benar nyata saat ini. Berbagai model pakaian
orang barat diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah
telanjang. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula
perayaan tahun baru ini.
Ingatlah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam secara tegas telah melarang
kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh). Beliau bersabda, ”Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”[5][6]
Kerusakan Ketiga: Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru
Kita sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini berasal dari orang
kafir dan merupakan tradisi mereka. Namun sayangnya di antara
orang-orang jahil ada yang mensyari'atkan amalan-amalan tertentu pada
malam pergantian tahun.
“Daripada waktu kaum muslimin sia-sia, mending malam tahun baru kita isi
dengan dzikir berjama'ah di masjid. Itu tentu lebih manfaat daripada
menunggu pergantian tahun tanpa ada manfaatnya”, demikian ungkapan
sebagian orang. Ini sungguh aneh. Pensyariatan semacam ini berarti
melakukan suatu amalan yang tanpa tuntunan. Perayaan tahun baru sendiri
adalah bukan perayaan atau ritual kaum muslimin, lantas kenapa harus
disyari'atkan amalan tertentu ketika itu? Apalagi menunggu pergantian
tahun pun akan mengakibatkan meninggalkan berbagai kewajiban sebagaimana
nanti akan kami utarakan.
Jika ada yang mengatakan, “Daripada menunggu tahun baru diisi dengan hal
yang tidak bermanfaat (bermain petasan dan lainnya), mending diisi
dengan dzikir. Yang penting kan niat kita baik.” Maka cukup kami sanggah
niat baik semacam ini dengan perkataan Ibnu Mas’ud ketika dia melihat
orang-orang yang berdzikir, namun tidak sesuai tuntunan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Orang yang melakukan dzikir yang tidak ada
tuntunannya ini mengatakan pada Ibnu Mas’ud, ”Demi Allah, wahai Abu
‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”
Ibnu Mas’ud lantas berkata, “Betapa banyak orang yang menginginkan
kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.”[7]
Jadi dalam melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Kita
harus juga mengikuti contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
baru amalan tersebut bisa diterima di sisi Allah.
Kerusakan Keempat: Mengucapkan Selamat Tahun Baru yang Jelas Bukan Ajaran Islam
Komisi Fatwa Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah ditanya, “Apakah boleh
mengucapkan selamat tahun baru Masehi pada non muslim, atau selamat
tahun baru Hijriyah atau selamat Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam? ” Al Lajnah Ad Daimah menjawab, “Tidak boleh mengucapkan selamat
pada perayaan semacam itu karena perayaan tersebut adalah perayaan yang
tidak masyru’ (tidak disyari’atkan dalam Islam).”[8]
Kerusakan Kelima: Meninggalkan Shalat Lima Waktu
Betapa banyak kita saksikan, karena begadang semalam suntuk untuk
menunggu detik-detik pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini
diteruskan lagi hingga jam 1, jam 2 malam atau bahkan hingga pagi hari,
kebanyakan orang yang begadang seperti ini luput dari shalat Shubuh yang
kita sudah sepakat tentang wajibnya. Di antara mereka ada yang tidak
mengerjakan shalat Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan di pagi
hari. Akhirnya, mereka tidur hingga pertengahan siang dan berlalulah
kewajiban tadi tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzu billahi min dzalik.
Ketahuilah bahwa meninggalkan satu saja dari shalat lima waktu bukanlah
perkara sepele. Bahkan meningalkannya para ulama sepakat bahwa itu
termasuk dosa besar.[9] Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga
mengancam dengan kekafiran bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat
lima waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, ”Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perjanjian antara
kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya
maka dia telah kafir.”[10]Oleh karenanya, seorang muslim tidak
sepantasnya merayakan tahun baru sehingga membuat dirinya terjerumus
dalam dosa besar.
Kerusakan Keenam: Begadang Tanpa Ada Hajat
Begadang tanpa ada kepentingan yang syar'i dibenci oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Termasuk di sini adalah menunggu detik-detik
pergantian tahun yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Diriwayatkan
dari Abi Barzah, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam membenci tidur sebelum shalat 'Isya dan ngobrol-ngobrol
setelahnya.”[11]
Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
suka begadang setelah shalat 'Isya karena beliau sangat ingin
melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat
shubuh berjama'ah. 'Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul
orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah
kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur
lelap?!”[12] Apalagi dengan begadang ini sampai melalaikan dari sesuatu
yang lebih wajib (yaitu shalat Shubuh)?!
Kerusakan Ketujuh: Terjerumus dalam Zina
Jika kita lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan tahun
baru pada mereka tidaklah lepas dari ikhtilath (campur baur antara pria
dan wanita) dan berkholwat (berdua-duan), bahkan mungkin lebih parah
dari itu yaitu sampai terjerumus dalam zina dengan kemaluan. Inilah yang
sering terjadi di malam tersebut dengan menerjang berbagai larangan
Allah dalam bergaul dengan lawan jenis. Inilah yang terjadi di malam
pergantian tahun dan ini riil terjadi di kalangan muda-mudi.
Kerusakan Kedelapan: Mengganggu Kaum Muslimin
Merayakan tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan,
terompet atau suara bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu
kemungkaran karena mengganggu muslim lainnya, bahkan sangat mengganggu
orang-orang yang butuh istirahat seperti orang yang lagi sakit. Padahal
mengganggu muslim lainnya adalah terlarang sebagaimana sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seorang muslim adalah seseorang yang
lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.”[13]
Ibnu Baththol mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah
dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya
dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya. Al Hasan Al
Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti
walaupun itu hanya menyakiti seekor semut”.”[14] Perhatikanlah perkataan
yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut yang kecil saja
dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan manusia yang punya akal dan
perasaan disakiti dengan suara bising atau mungkin lebih dari itu?!
Kerusakan Kesembilan: Melakukan Pemborosan yang Meniru Perbuatan Setan
Perayaan malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam
waktu satu malam. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang
pada malam tahun baru sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala
hal yang memeriahkan perayaan tersebut, lalu yang merayakan tahun baru
sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang
yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru perkiraan setiap
orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?! Padahal
Allah Ta’ala telah berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’:
26-27).
Kerusakan Kesepuluh: Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga
Merayakan tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu
sangatlah kita butuhkan untuk hal yang manfaat dan bukan untuk hal yang
sia-sia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat
mengenai tanda kebaikan Islam seseorang, “Di antara tanda kebaikan Islam
seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.”[15]
Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa)
menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu
akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat.
Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan
penghuninya.”[16]
Seharusnya seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang
telah Dia berikan. Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan
tahun baru. Namun mensyukuri nikmat waktu adalah dengan melakukan
ketaatan dan ibadah kepada Allah, bukan dengan menerjang larangan Allah.
Itulah hakekat syukur yang sebenarnya. Orang-orang yang menyia-nyiakan
nikmat waktu seperti inilah yang Allah cela. Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa
yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah
tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (QS. Fathir: 37). Qotadah
mengatakan, “Beramallah karena umur yang panjang itu akan sebagai dalil
yang bisa menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada Allah dari
menyia-nyiakan umur yang panjang untuk hal yang sia-sia.”[17]Wallahu
walliyut taufiq.
Bersumber dari Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal ( http://remajaislam.com/islam-dasar/nasehat/88-10-kerusakan-dalam-perayaan-tahun-baru.html )
Bila ada yang sekiranya kurang atau ingin ditanggapi saya persilahkan
langsung berikan , demi pemahaman kita mengenai tahun baru masehi
.sekarang kembali kepada diri kita masing masing dalam menyikapi tahun baru masehi
ini, saya berharap saya,keluarga saya, sahabat saya,semua nya dari kita
sahabat seiman dapat memahami dengan baik mengenai tahun baru masehi
dan bagaimana kita harus menyikapi tahun baru tersebut, sekian dari
saya, tentunya saya berharap banyak komentar dan masukkan di artikel
yang saya buat ini untuk membangun pemahaman kita semua mengenai tahun
baru masehi serta meluruskan semua kesalahan yang kita lakukan .